Example floating
Example floating
PemerintahanEkonomiOpini

Mengkritisi Bumdes! Kabupaten Sumenep di Jadikan Pesugihan oleh oknum

1090
×

Mengkritisi Bumdes! Kabupaten Sumenep di Jadikan Pesugihan oleh oknum

Sebarkan artikel ini
Foto : Ilustrasi BUMDES menghadapi realitas pesugihan oleh oknum (Suarapres.net).

SUEMENEP, Suarapres.net – Minimnya pengawasan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang ada di Kabupaten Sumenep menghadapi realitas pesugihan oleh oknum kepala desa Rabu, (05/03/2025).

Dari berbagai Bumdes yang didirikan oleh pemerintah Kabupaten Sumenep di wilayah kecamatan, ada beberapa desa yang sebagian besar dalam kondisi stagnan, nyaris tidak beroperasi secara optimal, bahkan beberapa di antaranya sekadar menjadi simbol tanpa aktivitas yang jelas.

Example 300x600

Minimnya Pengelolaan dan Transparansi salah satu faktor utama yang menyebabkan keterpurukan Bumdes di 27 Kecamatan terutama di kepulauan dan daratan, adalah buruknya manajemen dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana.

Banyak pengurus Bumdes yang tidak memiliki kapasitas memadai dalam mengelola usaha desa, sehingga menyebabkan bisnis yang dijalankan merugi atau mandek di tengah jalan. Selain itu, kurangnya laporan keuangan yang jelas membuat warga desa sulit mengawasi kinerja Bumdes mereka.

Modal Besar

Manfaat Kecil Ironisnya, banyak Bumdes mendapatkan suntikan modal dari dana desa atau bantuan pemerintah. Namun, alih-alih berkembang dan memberikan manfaat bagi warga, sebagian besar dana tersebut justru tidak termanfaatkan secara efektif.

Beberapa kasus menunjukkan bahwa modal yang dikucurkan hanya diputar untuk kegiatan administrasi tanpa memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat, bahkan dananya raib entah kemana.

Minimnya Inovasi dan Ketergantungan pada Bantuan Pemerintah

Sebagian besar Bumdes yang ada tidak memiliki inovasi dalam mengembangkan usahanya. Banyak di antara mereka hanya menjalankan usaha yang sudah umum, seperti simpan pinjam atau penyewaan barang, tanpa adanya pengembangan usaha berbasis potensi lokal. Hal ini membuat Bumdes sulit bersaing dan akhirnya bergantung pada suntikan dana dari pemerintah.

Kurangnya Dukungan dan Pengawasan dari Pemerintah Desa

Peran pemerintah desa dalam mengawal dan membina Bumdes juga masih lemah. Banyak kepala desa yang hanya menjadikan Bumdes sebagai formalitas tanpa memberikan perhatian serius pada pengembangannya. Akibatnya, banyak pengurus Bumdes yang kebingungan dalam menjalankan program tanpa arahan yang jelas.

Selain itu, transparansi dalam pengelolaan dana harus menjadi prioritas agar masyarakat dapat ikut mengawasi dan memastikan Bumdes berjalan sesuai tujuan awalnya.

Jika kondisi ini dibiarkan berlarut, bukan tidak mungkin Bumdes di beberapa kecamatan yang ada du kabupaten Sumenep akan benar-benar mati suri, meninggalkan jejak sebagai proyek gagal yang tidak mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat desa.

Namun, kini banyak Bundes yang di salah gunakan oleh pihak-pihak desa yang mana Bundes tersebut di jadikan tempat formalitas tanpa ada kegiatan dan pendampingan terhadap anggota yang terdaftar di struktur pemerintahan desa, Sehingga memungkinkan Bundes tersebut di jadikan tempat sarang pesugihan oleh oknum-oknum kepala desa yang tidak bertanggung jawab dalam kesejahteraan masyarakat Desa.

Dengan adanya progam ketahanan pangan kini sudah ada Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kepmendesa PDT) Nomor 3 Tahun 2025 telah mengatur secara tegas penggunaan Dana Desa untuk program ketahanan pangan pada tahun 2025.

Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa desa memiliki ketahanan pangan yang kuat guna mendukung swasembada pangan nasional.

Salah satu poin utama dalam regulasi ini adalah kewajiban pemerintah desa (Pemdes) untuk mengalokasikan minimal 20 persen dari total Dana Desa untuk penyertaan modal ketahanan pangan. Misalnya, jika suatu desa memiliki anggaran Rp1,5 miliar, maka minimal Rp300 juta harus dialokasikan untuk program ini.

Namun, aturan ini tidak membatasi desa hanya pada angka 20 persen. Artinya, jika desa memiliki kebutuhan lebih besar dan sumber daya yang memadai, mereka bisa mengalokasikan dana lebih dari batas minimal tersebut. Fleksibilitas ini memberikan ruang bagi desa untuk menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Meski demikian, pengawasan terhadap alokasi ini diperketat. Camat memiliki kewenangan untuk melakukan review dan revisi terhadap mata anggaran ketahanan pangan yang diajukan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes). Peran ini menjadi krusial karena memastikan bahwa anggaran digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun, ada konsekuensi yang harus diperhatikan. Karena Bumdes diberikan kewenangan untuk melakukan kemitraan usaha secara langsung, pengelolaan keuangan desa harus lebih transparan dan akuntabel. Jangan sampai kebijakan ini disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Regulasi ini juga menggarisbawahi peran penting Inspektorat dalam mengawasi pelaksanaan program ketahanan pangan. Artinya, setiap penyertaan modal yang dilakukan desa, baik melalui Bumdes maupun pihak lain, akan diaudit secara ketat.

Kami berharap dengan adanya Progam ketahanan pangan, Seluruh Desa yang tercatat 27 Kecamatan yang ada di Kabupaten Sumenep progam ini, bisa di diperuntukkan dengan jelas dan transparansi. apabila ada kejanggalan dalam pelaksanaan Program tersebut, masyarakat desa harus bertindak tegas dalam mengawal program yang dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Desa, apa bilah ada bau- bau korupsi dalam pengelolaan Bundes tersebut dapat dipidana atau dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.

 

 

Penulis : Pimpinan Redaksi
Editor : Frinanda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× How can I help you?