SUMENEP, Suarepers.net-Penangkapan seorang oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berinisial SB oleh Polres Sumenep melalui (Satreskrim) Polres Sumenep menuai sorotan luas dari masyarakat.
Dari beberapa sumber yang dihimpun oleh media ini di lapangan, proses penangkapan berlangsung di jalan Trunojoyo atau Barat Taman Tajamara, Desa Kolor Kecamatan Kota Sumenep hingga dilakukan konferensi pers pada Rabu (28/05/2025).
Dalam penyampaiannya, Kapolres Sumenep melalui Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Agus Rusdiyanto justru memunculkan sejumlah pertanyaan tentang prosedur hukum serta dugaan praktik penjebakan (entrapment).
Dalam keterangannya kepada media, AKP Agus Rusdiyanto menyatakan bahwa SB ditangkap saat diduga hendak menerima uang dari seorang kepala desa di Kecamatan Batang-Batang, Sumenep. Transaksi tersebut berlangsung di kediaman seorang oknum pegawai Inspektorat Kabupaten Sumenep berinisial J.
“Tersangka SB ini datang ke rumah J untuk menunggu transaksi yang telah disepakati,” ujar AKP Agus.
Menurut Agus, laporan awal diterima dari pihak pelapor, disertai penyerahan barang bukti. Tim Resmob dan penyidik kemudian segera melakukan penangkapan terhadap SB.
Pernyataan Agus mengenai adanya “kesepakatan” terkait uang kontan memicu pertanyaan dari jurnalis.
“Berarti ada kesepakatan?” tanya seorang jurnalis.
“Iya, ada. Awalnya diminta sekitar 40 juta, lalu turun hingga jadi 20 juta,” jawab Agus.
Agus juga menjelaskan bahwa kepala desa bersedia menyerahkan uang karena merasa tertekan dan takut akan dilaporkan ke Inspektorat jika tidak memenuhi permintaan tersebut.
Namun demikian, publik mempertanyakan proses penangkapan ini. Video yang beredar menunjukkan SB dalam kondisi diborgol, tasnya digeledah, serta tim menunjukkan surat penangkapan. Penangkapan dilakukan di rumah pribadi J, bukan di tempat umum.
Muncul sejumlah pertanyaan hukum yang belum terjawab:
.Apakah SB telah dipanggil terlebih dahulu sebagai saksi?
.Apakah telah dilakukan penyelidikan awal yang cukup?
.Apakah pelapor (kepala desa) telah dimintai keterangan resmi sebelum penangkapan?
Dalam video tersebut, tampak pula kepala desa Batang-Batang Daya bersama suaminya berada di lokasi. Keduanya terlihat “kaget” namun diduga berpura-pura panik, memunculkan dugaan kuat adanya skenario penjebakan terhadap SB.
Jika benar penangkapan ini merupakan hasil jebakan, hal tersebut bisa melanggar hukum. Praktik entrapment dilarang dalam sistem hukum pidana Indonesia karena bertentangan dengan asas due process of law.
Pakar hukum menyatakan bahwa jika penjebakan melibatkan aparat penegak hukum, hal itu bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan melanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP). KEPP menekankan bahwa setiap anggota Polri wajib menjunjung tinggi keadilan, profesionalisme, dan hak asasi manusia.
Menjebak seseorang untuk dijadikan tersangka tanpa prosedur hukum yang sah adalah bentuk rekayasa hukum yang merusak keadilan dan integritas institusi.
Saat ini, masyarakat menuntut agar Polres Sumenep bersikap transparan dan menjelaskan secara menyeluruh kronologi serta prosedur hukum yang telah dilakukan. Apakah proses pemanggilan saksi, klarifikasi awal, dan penyelidikan telah sesuai ketentuan hukum? Atau sebaliknya, kasus ini mencerminkan lemahnya penegakan hukum dan potensi rekayasa?
Kasus ini menjadi ujian bagi integritas lembaga penegak hukum, sekaligus cermin kepercayaan publik terhadap sistem peradilan yang adil dan transparan.
Penulis : Ron
Editor : Frinanda